Salah satu yang ngebuat
aku pengen nulis soal ini adalah dampak negatif berpikir positif, tetapi tidak
dengan judul The Problem With Positive
Thinking karena judul itu udah banyak banget bertebaran. Berpikir positif
dalam konteks masa depan atau hal-hal yang akan terjadi memang menenangkan hati
manusia, tetapi hal ini juga dapat menguras energi yang kita butuhkan untuk
melangkah maju menuju masa depan itu sendiri. Ia juga seolah memanipulasi atau
membodohi pikiran kita bahwa kita itu udah mencapai masa depan dambaan kita tersebut. Dengan
banyaknya pernyataan yang tersampaikan kepada kita soal keburukan berpikir
negatif entah itu tentang diri sendiri, dunia, atau bahkan masa depan yang akan
membuat kita mengalami kecemasan serta depresi dan daripada begitu lebih baik
kita berpikir positif dan lebih optimis, membuat kita terkadang mengambil
keputusan dan tindakan tidak realistis. Bayangin apa-apa bakal mulus kaya jalan
tol yang ga macet, bisa ngebuat kita justru lebih merasa depresi dan tertekan
atas kekecewaan yang bisa terjadi. Ya, kalo mulus, tetapi gimana kalo yang
terjadi di luar prediksi? Gimana kalo segala sesuatu jalannya gak baik-baik aja?
Popularitas gerakan
berpikir positif juga secara ga sadar ada kaitannya dengan kesadaran terhadap
kesehatan mental. Dengan nantinya banyak orang yang berpikir bahwa apapun itu
ya positif-in aja, akan membuat mereka yang ga merasa hal atau kejadian yang
atau akan menimpanya ada kepositifan yang bisa diambil, merasa malu atas
kecemasan, depresi dan perasaan negatif yang ia alami. Pun, cara berpikir
positif itu ga one-size-fits-all.
Apa kalo dengan gini
bearti kita ga boleh berpikir positif dan melulu harus negatif? Mari kita baca
ini dulu. Dalam Forbes dengan judul How Positive Thinking Creates More ProblemsThan It Solves (kali ini judulnya ga sama) menceritakan soal alasan beberapa
pebisnis tersandung masalah, yaitu bukan karena fakta mereka memiliki pikiran
negatif, tetapi karena mereka tersangkut
pada pikiran negatif tersebut. Ya, bearti sampai sini simpulan dari pikiran
positif ga selamanya positif itu bukan berpikir negatif doang, aneh juga kalau
kata-kata “Stay Negative” muncul di lockscreen beberapa orang, atau kalau
mau lebih kece, “Stay Negative like an
Electron”.
Lalu ada gasih cara
ngatasinnya supaya Positive-Negative
Thinking Balance itu tercipta? Cara paling awalnya adalah dengan bayangin
kenyataan-kenyataan dengan positif, tttapi .. ditambah dengan bayangan soal apa
saja sih kira-kira rintangan atau hambatan yang sekiranya bakal dihadapi.
Dengan begini, kita bisa tahu batasan berpikir positif saat pikiran positif itu
ga rasional dan penuh delusi yang bisa ngebuat kita nantinya bermasalah. Cara
lain yang lebih baik daripada sekedar optimis juga ada, yaitu penanaman Emotional Agility atau kalo pakai bahasa
Indonesia, kelincahan emosi. Kita harus mampu menyadari dan menerima berbagai
jenis perubahan dalam pikiran dan emosi, tanpa harus digulingkan olehnya. Dalam
How Positive Thinking Creates More Problems Than It Solves, mengatakan beberapa
cara agar berpikir negatif juga gajadi boomerang, yaitu Trap It (akui pikiran negatif dengan sadar oleh keberadaan hal-hal
negatif yang bisa saja menimpa), Map It
(carilah sumbernya dengan mengidentifikasi gejala terjadinya pikiran negatif
itu), dan Zap It (mengingatkan bahwa bukan
sebuah pikiran saja yang mengemudi, tetapi juga nilai-nilai dalam diri manusia).
Tingkatkanlah akurasi keputusan yang kita ambil atau tindakan yang kita lakukan
dengan mempertanyakan hal tersebut pada kedua sisinya dan mencoba untuk
realistis, karena
Like so much in life,
attaining goals requires a balanced and moderate approach, neither dwelling on
the downsides nor a forced jumping for joy.