Stood and Stand

by Citra Maharani

Stood and Stand
  • Home
  • Author
  • Portofolio

    

pilihan-sns

    Apa sih yang ga kita lakukan dalam hidup ini tanpa memilih? Mau bangun, milih. Mau mandi juga milih. Mau makan, milih-milih (Ya, walau realitanya semua itu tergantung situasi dan kondisi). Bahkan ada cerita, saat kita mau lahir di dunia ini kita disuruh milih dulu. Tapi tapi, terkadang juga aku atau kita itu sering bilang, “ ya, mau gimana lagi.” “Ya” di situ bisa juga diganti pakai, “yaudah lah ya”. Kalimat itu terdengar seolah gaada pilihan dan kitanya pasrah. Kita seolah ok-ok aja, manut-manut aja. Namun, mungkin sebenernya ga begitu. Dikatain tukang pasrah sama orang juga gaenak didengernya kan.  Kita ini ada pilihan, cuma mungkin kotakan pilihan-pilihan itu bukan kita yang bentuk.

    Tentu, kotakan pilihan ini kebentuk dipengaruhi situasi kondisi tadi. Bisa aja dari ekonomi (yang paling sering terjadi), keluarga (ini juga sering sih), lingkungan atau tempat tinggal (ya .. cukup sering), orang lain, lembaga atau organisasi, peraturan pemerintah, suku bangsa, dan banyak banget yang lain.

    Daripada bingung, kaya gini. Misal, yang baru-baru ini soal PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru), ada ketentuan buat para peserta didik baru ini milih sekolah barunya. Dari yang aku baca (ini SMA) ada empat jalur. Jalur zonasi, jalur afirmasi, jalur prestasi, dan jalur perpindahan tugas ortu/wali. Dengan empat jalur ini, pendaftar nentuin bisanya dia pakai jalur mana. Nah misal, bisanya di antara zonasi sama prestasi. Eh, rumahnya deket sekolah nih, bearti lewat jalur zonasi. Jarak tempat tinggal dong di sini yang mempengaruhi kotakannya kebentuk. (kalau lewat prestasi kan pakai nilai tu, lebih luas bearti ya cakupan pilihannya, tapi kan yang namanya nilai kan … ya … gitu lah … ga bahas lengkapnya di sini.) Pastinya, walau emang pilihannya terbatas dan mungkin yang kita inginkan gaada dalam daftar pilihan, kita masih bisa milih sekolah-sekolah mana yang ada di zona kita.

    Soal ndaftar ke perguruan tinggi juga kurang lebih sama, tapi ditambah pengaruh ekonomi dan keluarga. Kita milih jurusan apa dan di kampus mana pasti lihat-lihat dan ngira-ngira dulu begimana-begimananya. Kalau yang baca ini calon mahasiswa baru agaknya paham betul ya begimananya … hehe.

    Hm .. banyak faktor dan kondisi yang mempengaruhi pilihan kita, yang memang selalu ada dalam kehidupan kita,  tapi menurutku ujung-ujungnya juga kita sendiri yang milih atau membuat keputusannya. Memilih sekolah dalam zona kita, ya kita juga yang milih kan. Jurusan? Kampus? Walau terbatas ini itu, kebentur kondisi ini itu, atau “Kamu kuliah/sekolah disini aja, ya”, keputusan “Oke”-nya,  “Ngga ah”-nya, nangisnya, marahnya, terpaksanya, atau ikhlas dan cari solusinya, akhirnya itu pilihan pribadi kita, kan.  Dalam Man’s Search For Meaning karya Viktor E. Frankl, beliau berpendapat bahwa manusia tidak sepenuhnya dikondisikan dan dipengaruhi; manusia bisa menentukan sendiri apakah dia akan menyerah atau mengatasi kondisi yang dihadapinya. Manusia mampu membuat keputusannya sendiri, pilihan-pilihan pribadinya sendiri. Manusia juga bisa mewujudkan potensi apa yang bisa dia wujudkan lewat keputusannya itu.  

Akhir tulisan singkat ini aku tutup dengan salah satu kutipan dari Man’s Search For Meaning,

Manusia memang makhluk yang terbatas. Dan kebebasannya juga terbatas. Kebebasan manusia tidak terbebas dari kondisi. Namun, manusia bebas untuk menyikapi berbagai kondisi.

    Saat ketemu orang buat pertama kalinya, kadang kita tu ngeliatin dulu “dia” dari penampilannya. Ya, kalau ada kesempatan ngomong, dari cara bicaranya lah. Dari itu otak kita sering nyimpulin, of course dengan cepatnya, “he/she is beautiful then he/she is also good”. Atau pernah ngga kalau ada orang yang berkacamata dan bawa buku kemana-mana kita bilangnya dia itu pinter dan rajin. Atau lagi, kalo liat anak laki-laki tetangga lagi nyapu atau ngepel rumah kita bilangnya, Duh rajin banget idaman nih. Pernah dan keinget? Hmm.. well itulah yang disebut Halo Effect.

    Kesan pertama yang cenderung positif dalam menilai seseorang itu disebut Halo Effect. Pertama kali dikenalinya oleh Edward Thorndike, seorang psikolog asal Amerika di artikelnya yang berjudul, A Constant Error in Psychological Ratings. Di sini, Edward Thorndike menggambarkan bahwa Halo Effect sebagai bias kognitif di mana satu aspek dari seseorang membentuk pendapat seseorang tentang dimensi dan fitur lain dari orang itu. Seperti contoh yang aku sebutin tadi, cuma karena liat orang kacamataan pegang buku kita langsung nyimpulin bahwa dia pinter dan rajin, padahal untuk mencapai penilaian itu kita harusnya kenal baik dulu orang itu bagaimana dan ya, baru nyimpulin, bukan hanya karena satu aspek penampilan dia aja.

    Ada suatu ketika, seorang guru melihat anak-anak didiknya dan beliau punya ekspetasi yang cenderung berlebih kepada anak didik yang berpenampilan menarik. Guru tersebut cenderung menilai bahwa anak didik yang menarik tadi akan punya akademi yang bagus dan berbakat. Sebaliknya juga terjadi, anak didik yang melihat penampilan gurunya dengan rapi, mereka menilai gurunya akan ramah dan baik hati kepada mereka. Kalau di dunia kerja, mungkin kita sering lihat orang yang pakaiannya bagus, tertata, dan wangi adalah orang yang kompeten di bidangnya dan mudah mendapat posisi yang dia inginkan karena mendapat apreasi dari si pencari kerja (Juga termasuk penampilan politisi di awal kemunculannya yang ngebuat kita pengen nyoblos).

    Then, apa salah kalau kita berpenampilan ”baik” di depan umum? Fokusnya bukan kesitu. Fokus kita adalah kenapa nih, kita, menilai sesuatu aspeknya kok pake satu doang, cuma di awal lagi. Oke kita pake contoh selain orang, yaitu makanan. Dalam British Food Journal yang berjudul The Halo Effect of Biofortification Claims on Taste Inference and Purchase Intention, nunjukin eksperimennya bahwa “biofortification claims” memang muncul untuk membangkitkan “a heuristic halo effect” di mana makanan yang punya “biofortification claims” disimpulkan rasanya lebih enak dari makanan biasa. Dan karena itu, peserta eksperimen ini pun cenderung membeli dan memilih makanan dengan “biofortification claims”. Bahkan kita belum nyoba atau dengar pendapat dari orang yang pernah nyobain. Hmm?????

    Penilaian terburu-buru inilah yang menghambat proses berpikir kita, maunya cepet-cepet aja. Hal inilah yang perlu kita hindari. Kalau kita mengira AB ini begini begitu karena si Halo Effect, kita bisa dirugikan dan kecewa sewaktu-waktu karena ekspetasi kita ga tercapai. Kita bisa terjebak merugi karena yang kita pikir seharusnya begini ternyata kenyataannya begitu. Atau, nanti kita sendiri yang terbebani batin saat dikira orang, kita bisa ngelakuin semua hal karena penampilan kita menarik, Halo Effect.

    Di The Halo Effect Revisited: Forewarned is Not Forearmed, penelitiannya melakukan pemberian penjelasan terhadap peserta tentang Halo Effect dan membuatnya sadar akan dampaknya. Namun, semua peserta atau subjek ini rentan terhadap Halo Effect. Peserta menilai instruktur mereka hanya dari penampilannya.  Peringatan dan instruksi sebelumnya juga tidak berdampak pada kesadaran peserta tentang Halo Effect.

    Well, semoga kita bisa melek atas adanya si Halo Effect ini. Manusia memang memiliki sisi kecenderungan terhadap keyakinan moralnya masing-masing. Kita sebagai pribadi harus lebih terbuka bahwa setiap manusia itu berbeda-beda, unik, dan memiliki nilai-nilai pribadinya, dengan begitu kita bisa menghargai keberadaan setiap manusia itu sendiri. Agar asumsi-asumsi kita tidak membawa konsekuensi negatif di kemudian hari.

Newer Posts Older Posts Home

Categories

  • Health 1
  • HoW? 3
  • Landing 5
  • Lintas 9
  • Movie 7
  • Storiette 5
  • Thoughts 12
  • Women 3

Popular Posts

  • ABOUT
  • Segala Hal Baik di Dunia
  • Transit

Archive

  • ▼  2021 (18)
    • May 2021 (3)
    • Jun 2021 (2)
    • Jul 2021 (3)
    • Aug 2021 (2)
    • Sep 2021 (2)
    • Oct 2021 (2)
    • Nov 2021 (3)
    • Dec 2021 (1)
  • ►  2022 (15)
    • Jan 2022 (5)
    • Feb 2022 (5)
    • Mar 2022 (2)
    • May 2022 (1)
    • Jul 2022 (1)
    • Dec 2022 (1)
  • ►  2024 (1)
    • Nov 2024 (1)
  • ►  2025 (1)
    • Jun 2025 (1)
Powered by Blogger

Copyright © Stood and Stand. Designed by OddThemes