Menilik Halaman Rumput


Saat sedang akan membangun sebuah rumah atau ingin mengubah tatanan rumah yang dimiliki, seringkah muncul di benak kalian semua soal "membuat halaman rumput"? Memiliki halaman rumput yang indah dan cantik di depan rumah memang membuat nyaman mata memandang, tetapi pernahkan kalian terpikir nih soal sejarah di belakang pemikiran "halaman rumput" di depan rumah itu indah? 

Kalau kita menoleh ke belakang, ide membuat halaman rumput atau menumbuhkan rumput di depan hunian atau rumah pribadi ini lahir dari kastel-kastel kaum aristokrat (bangsawan) Perancis dan Inggris pada akhir Abad Pertengahan. Contoh gampangnya bisa dilihat misalnya saat kita menonton period film, seperti Emma, Little Women, Pride and Prejudice, Atonement, Sense and Sensibility, Bridgerton, dan lainnya, kita sering melihat halaman rumput yang terpampang luas di depan hunian para bangsawannya. 

Untuk memiliki sebuah atau beberapa halaman rumput yang terawat, tentu dibutuhkan lahan dan perawatan yang memerlukan banyak pekerja. Tentu aja, apalagi di saat-saat sebelum adanya penemuan soal mesin pemotong rumput dan alat siram otomatis. 

Nah, kalau dipikir-pikir lagi, apa ya manfaat dari halaman rumput ini? Bantuan kebahagiaan bagi para pemilik dengan melihat keindahannya? Untuk main sepak bola atau latihan upacara? Makan hewan ternak? atau mungkin ada yang berpikir untuk penghijauan?

Lahan rumput sebenernya gak menghasilkan sesuatu yang bernilai, ya contohnya gak mungkin halaman rumput yang dirawat dengan mengeluarkan biaya besar dijadiin tempat untuk hewan ternak yang justru akan merusaknya dan ya lahan yang luas hanya untuk halaman rumput, kalau rakyat biasa atau para petani pada waktu itu berpikir bahwa sebaiknya lahan yang berharga bisa ditanami sesuatu yang berharga pula. 

Halaman rumput yang cantik pada saat itu seolah nyebarin berita tegas nih, "Tuh gue kaya dan kuat kan, punya banyak tanah, punya banyak pekerja yang ngerawat halamannya HOHOHO," ya gitu deh ibaratnya. Tentu aja ini berlaku sebaliknya, kalau ada seorang bangsawan yang halaman rumputnya udah gak lagi terawat dan cantik, semua orang bakal tahu kalau dia sedang menghadapi kesulitan. 

Sampai saat ini pun, banyak istana, gedung-gedung pemerintah, dan tempat-tempat publik lainnya yang memiliki halaman rumput luas dan terkadang diberi tulisan "Menjauh dari Rumput" atau "Jangan Menginjak Rumput". Kalau kalian pernah nonton film The Man Who Knew Infinity yang latarnya di Trinity College Cambridge, bagi para mahasiswa biasa yang gak bergelar, mereka gak boleh motong jalan dengan melewati rumput dan harus lewat pinggirnya, lho. Ya, halaman rumput udah kaya simbol otoritas. 


Photo by Alamy on Google

Di dunia olahraga, halaman rumput juga ikut-ikutan nih. Dari ribuan tahun, manusia ya bermain olahraga di atas jenis tanah di tempat mereka tinggal, entah itu es atau gurun. Sampai pada dua abad terakhir ini, olahraga penting, seperti sepak bola dan tenis, dimainkan di halaman rumput. Di kampung mungkin kita juga sering melihat anak-anak bermain sepak bola di tanah yang gundul-gundul aja atau kalau kampungnya lebih maju, biasanya lapangan mereka ditumbuhi rumput-rumput. 

Ada juga nih, Museum Seni Islam yang dibangun di Qatar diapit halaman rumput mewah di tengah gurun Arabia yang tentunya membutuhkan perawatan ekstra untuk membuat rumputnya tetap terlihat segar dan hijau. 


Photo by Satellite on Google Maps 

Nah, dari sinilah, halaman rumput itu mulai digambarkan manusia sebagai gambaran status sosial, politik, dan kekayaan. Bahkan ketika revolusi industri meluaskan kaum menengah dan udah maraknya mesin pemotong rumput sama penyiram otomatis, mulai banyak orang yang bisa memiliki halaman rumputnya sendiri di depan hunian mereka. Halaman rumput yang cantik udah bukan lagi sebuah kemewahan orang kaya dan menjadi kebutuhan kelas menengah. 

Setelah menilik halaman rumput secara singkat, apa masih terbayang di benak kalian semua untuk memiliki hamparan rumput yang cantik dan luas di depan rumah? Tentu aja, tulisan kali ini bukan untuk membatasi keinginan-keinginan pembacanya dan semua orang bebas untuk melakukannya, memiliki halaman rumput. 

Namun, kita semua juga dibebaskan untuk melepas budaya yang diwariskan oleh orang-orang dulu dan membayangkan kreasi atau impian alternatif lainnya untuk hunian pribadi kita, misal kebun buah atau sayur pot yang lebih bermanfaat. Ya, dengan belajar sejarah halaman rumput, kita bisa memiliki sedikit kebebasan untuk memilih bagaimana kita menghias rumah, kan? 


Sumber bacaan : Homodeus - Yuval Noah Harari

0 comments