Why do We Attract What We Want to Avoid?

 


    Dulu, waktu kelas 12 SMA dengan pikiran yang banyak diisi oleh "mau lanjut kemana?", aku udah punya gambaran soal mau dibawa kemana kelanjutan tahap di hidupku ini, seperti yang aku ceritain dalam PASSION. Aku begitu pengennya ngelanjutin pendidikan yang jauh dari kota tempat asalku karena ingin benar-benar merasakan sesuatu yang baru dan berbeda, ya walau masih di pulau jawa. Dengan hal ini, aku begitu menghindari memilih universitas yang berasal dari Jawa Tengah dan Yogyakarta. Sampai akhirnya pilihan yang membuatku merasa so excited adalah Jawa Barat. 

    Alasannya, pertama karna Jawa Tengah dan Yogyakarta itu masih itungan deket dan kurang lebih sama soal bahasa, budaya, dan ciri khas masakan. Kedua, dari data yang ada soal alumni dan temen-temen yang lain mau lanjut kemana, kebanyakan ya di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Dengan aku yang ingin merasakan temen-temen baru, aku merasa Jawa Tengah dan Yogyakarta terlalu padat soal lingkup pertemanan dari temen-temen yang udah aku kenal dari SD, SMP, dan SMA. Nah, di sini ternyata aku ngga sendiri karena ada salah satu temenku yang ngerasain dan menginginkan hal sama. Dia temen sekelasku dan waktu keinget soal Study Tour  ke Candi Prambanan di kelas 10 (almost 4 years ago ~), tambah banyak deh percakapan soal gamau kuliah di Yogyakarta (ini karna waktu itu pas mau ke Malioboro gagal gegara gadapet parkiran, tapi sebenernya ngga nyambung-nyambung amat sih, ya disambungin aja lah). 


Photo by Me

    Nah, di kelas 12-nya karna udah ketauan pada mau lanjut kemana secara spesifik temen-temenku ini, kebanyakan di UNS (Universitas Sebelas Maret) dan UGM (Universitas Gadjah Mada). Langsung nih aku kaya, "oke, fix Jawa Barat pilihan terbaik." Sampai obrolan di mana kita menyatakan ngga milih UGM pun muncul, cuma obrolannya udah kehapus di hp lamaku. 


Hai, UGM!

    Long story short, kini kita berdua kuliahnya di UGM huehe @.@, foto di atas diambil waktu aku ke sana liat kampusnya setelah diterima jadi salah satu mahasiswa baru. Yang sebelumnya gamau milih kuliah di sini, di Jawa Tengah atau Yogyakarta karna pengen ke Jawa Barat, berakhir di gamau yang spesifik, yaitu Universitas Gadjah Mada. Lalu untukku sendiri, apakah aku pernah kepikiran untuk berkuliah di sini? Nope. 

Namun, kalau dipikir-pikir lagi, sebenernya pikiran untuk aku kuliah di sini muncul setelah aku mendaftarkan diri di SNMPTN, ya, waktu milih pilihan 1 dan 2. FYI, pilihan satuku adalah UGM dan pilihan keduaku adalah UNS, wehe wehe. Saat itu yang aku pikirin adalah merjuangin UGM sampai aku nyiapin UTBK dengan matang juga, karna yang paling jauh dari kedua pilihan itu ya UGM. 


Sore di Jogja tahun 2018


    Berkaitan dengan ceritaku ini, cerita-cerita lain dalam hidupku pun kadang mengalami hal yang sama. Sesuatu yang justru aku hindari, malah semakin deket dan akhirnya menjadi bagian dalam hidupku. Then, why do we attract what we want to avoid? Dari apa yang aku sadari sejauh ini adalah aku terlalu mencoba untuk menyingkirkan hal yang aku ingin hindari and too focus on that, the unwanted thing. Energi yang aku habiskan ya ga jauh-jauh dari pikiran, "jangan di sini jangan di sini". Sampai akhirnya, apa yang jadi bakal kelanjutan tahap pendidikanku adalah di antara kedua itu yang akhirnya makes me unclear about my desires.  

    Apakah aku kecewa? Engga, aku gak merasa kecewa sama sekali, I always try to be grateful for what I received, yesterday, today, or in the future. Yang aku rasakan adalah kebahagiaan yang datang ketika aku diterima menjadi mahasiswa baru hanya berasa satu hari, di hari pengumuman itu, hari-hari selanjutnya aku secara ngga sadar memendam perasaan khawatir dan mengenggam erat rasa syukur kepada Allah. Mamaku bilang, bahwa inilah yang Allah siapkan buatku karna sebenernya aku siap akan keterimanya diriku di UGM dan berkuliah di Yogyakarta.  Maktoob, it is written, kata dalam The Alchemist yang membuatku keinget akan hal ini dan mencoba menuliskan cerita ini di sini. 

    Semakin aku yakin menjalani apa yang menjadi tahap kehidupanku dan memilih untuk melakukan semuanya dengan sebaik-baiknya, semakin aku memahami makna jalan yang diberikan Allah kepadaku ini dan semakin bersyukur diriku atas hal-hal yang telah terjadi dan terlalui.  As humans, we see the world we live in based on what we know about ourselves, and since everyone has their unique lens of viewing the world, I chose to change my perspective. I have to love myself, my life, and what I am doing in this stage of life. What's important is knowing the direction I want to go in life and using everyone I meet or enter my life to learn, grow, and improve.

So, current me, do you really think that 'UGM' is the thing you want to avoid back then?

0 comments