Klaim Primitif Soal Hubungan Perkembangan Sains dan Keberadaan Agama

    Berbicara soal perkembangan sains, justru dewasa ini mengantarkan kita pada suatu masalah. Penemuan-penemuan terkini yang terjadi karena perkembangan sains dan keberadaan agama yang dianggap semakin tergusur karenanya membuat kita seolah dipertanyakan, “Antara pisang dan tahu, mana yang lebih makanan?” Masalah fundamental yang sering dialami masyarakat bahwa segala sesuatu yang berbeda harus ada yang lebih baik, berakhir pada kebiasaan pertarungan pendapat serta pencarian siapa yang kalah dan menang dengan dihitung dari banyaknya masa yang memihak. Ditambah dengan banyaknya akses terhadap perdebatan soal agama dan sains membuat masyarakat merasa seperti tersandera. Di satu sisi orang-orang beragama dianggap terlalu mendukung penjelasan peristiwa secara mistis atau supranatural, sementara para ilmuwan dinilai terlalu jauh dari standar moral dan mulai menganggap agama tidak lagi diperlukan. Benarkah demikian adanya? Mari kita coba gambarkan keadaan ini dengan beberapa hipotesis berikut, premis pertama adalah jika sains semakin berkembang maka agama mulai tergusur keberadaannya. Premis kedua adalah sains semakin berkembang. Kesimpulan apa yang dapat diambil? Apakah “Jadi agama mulai tergusur keberadaannya”? Tentu saja kesimpulan tadi tidak akurat. Lalu, apa kesimpulannya? Kesimpulan dari dua premis di atas tergantung bagaimana cara pemikiran kritis kita bekerja. Berpikir kritis terjadi ketika kita mengidentifikasi, menganalisis, dan mengavaluasi suatu argumen pada sebuah informasi yang ada. Kita harus menyelidiki keakuratan suatu argumen agar tahu batasan dan hal apa saja yang perlu dipertimbangkan.

    Mari kita memulai penyelidikan tersebut. Kalau ditanya apa fungsi agama dalam perkembangan sains, apa jawaban Anda? Menurut saya, agama berperan pada standar moral suatu ilmu pengetahuan atau sains. Ia bak kompas moralitas atas kebebasan nilai yang dimiliki sebuah ilmu pengetahuan. Agama juga mengontrol nafsu seorang manusia. Bagaimana contohnya? J. Robert Oppenheimer adalah sosok dibalik penciptaan bom nuklir pertama bersama dengan Albert Einstein. Mungkin kita langsung berpikir bahwa kedua ilmuwan ini bertentangan dengan nilai kedamaian yang dibawa oleh agama dan dunia secara umum, tetapi tenanglah dulu. Mereka percaya bahwa penelitian dan pengembangan bom nuklir ini akan membuat dunia lebih aman dan lebih tenteram. Namun, akhirnya bom nuklir ini jatuh di tangan orang-orang penuh nafsu untuk menguasai dunia. Kebebasan nilai yang dimiliki bom nuklir berujung bernilai negatif karena hal tersebut. Rumus-rumus yang ditemukan oleh para ilmuwan terkait bangun ruang juga hanya sebuah rumus yang bebas nilainya, sampai rumus-rumus ini digunakan oleh pengguna dengan tujuan yang berbeda. Di sinilah peran agama sebagai kompas moralitas penting keberadaannya. Kita sering mendengar adanya sumpah profesi atau kode etik sebuah pekerjaan, sebut saja pada dokter, tenaga medis, teknisi, dan lainnya yang tentu saja hal ini menunjukkan aspek moral dalam ilmu pengetahuan.

    Kembalilah kita ke masalah awal, apakah perkembangan sains akan menggusur keberadaan agama? Perkenankan saya untuk menjelaskannya dengan contoh. Agama menyebutkan eksistensi jin, setan, dewa dan malaikat. Kita ambil kejadian ketika petir menyambar dan hujan turun yang dulunya dianggap karena adanya Dewa Thor atau Dewa Indra atau Malaikat Mikail, atau potongan kertas kecil yang tertarik pada penggaris setelah digosokkan pada rambut, bearti rambut tersebut terdapat jinnya, atau lagi pemikiran soal manusia hanya memiliki 5 indra yang memiliki kapasitas untuk mengindrakan lingkungannya dan salah kaprah soal keberadaan indra keenam pemberian khusus dari Tuhan walau pada kenyataannya 5 indra tadi adalah indra terbesar dan masih ada indra tekanan, suhu, posisi, kesetimbangan, ketengangan otot, rasa lapar, serta masih banyak lagi. Muncul juga horoskop orang Babilonia sekitar 2300 tahun lalu yang mengaitkan tanggal lahir serta letak bintang di langit dengan nasib dan kepribadian seseorang dan semua orang dapat merasa hasilnya sangat akurat padahal hal itu merupakan penjelasan secara umum yang tidak akurat. Tentu saja, perkembangan sains akan menggusur klaim-klaim primitif soal hubungannya dengan agama atau eksistensi di atas manusia karena nalar masyarakat modern akan lebih menerima penjelasan sains ketimbang hal-hal berbau supranatural yang kuno tadi. Marilah berbicara untuk setiap hal sesuai dengan kapasitasnya dan tahu soal konteks juga cara menempatkan diri serta tidak membuat seolah agama dan sains berbenturan dan harus memilih antara keduanya.

    Inilah peran penjelasan penemuan sains yang baik perlu dilakukan. Pertama kali yang perlu ditegaskan adalah ilmu pengetahuan tidak mengklaim bisa menjawab semua pertanyaan dan dia terbuka pada penyempurnaan. Kedua, minimalkan superioritas antara penjelas dan pendengar, bawakan sains seperti mendongeng pada anak-anak. Peletakan perspektif penjelas di atas pendengar juga diperlukan agar miskonsepsi dapat diminimalkan, ditambah dengan pengaitan sains dengan kejadian sebelumnya yang sudah ada dalam kehidupan sehari-hari akan semakin menambah semangat mereka, bahkan orang awam, untuk penasaran dan mengerti penemuan sains tersebut. Sains ada dalam keseharian kita bahkan sebelum kita menyadari keberadaannya dalam setiap udara yang kita hirup dan nafas yang kita hembuskan, sains memiliki kebebasan nilainya, baik entah buruk, and science is amazing.

0 comments